Keistimewaan Pantai Nusa Dua seluas sekitar 350 hektar ini semakin lengkap dengan beragam fasilitas eksklusif

Minggu, 16 Oktober 2016

PURA LUHUR BATUKARU

Pura ini terletak di Desa Wongaya Gede, Kecamatan Penebel, Kabupaten Tabanan, berjarak sekitar 42 km di sebelah barat Denpasar atau sekitar satu jam perjalanan dengan mobil dari Denpasar, Bali. Nama “Batukaru” berarti “batok kelapa” yaitu nama gunung tempat di mana pura suci ini dibangun yaitu di kaki Gunung Batukaru yang merupakan puncak kedua tertinggi di Bali dengan ketinggian 2278 meter dari muka laut.
Pura Luhur Batukaru yang berada pada ketinggian 700 meter di atas muka laut ini dibangun sekitar abad XI atas prakarsa Mpu Kuturan atau Mpu Rajakerta (menurut lontar Usana Bali), pada masa pemerintahan Raja kembar Sri Masula-Masuli di Bali, dan kemudian diperluas dan diperindah oleh Arya Kenceng dan keturunannya yang kemudian memerintah Kerajaan Badung dan Kerajaan Tabanan di Bali.
Pura ini merupakan salah satu “Sad Kahyangan” yaitu salah satu dari enam pura yang dianggap paling penting oleh penduduk Pulau Bali. Pura-Pura Sad Kahyangan lainnya antara lain: Pura Uluwatu, Pura Pusering Jagat, Pura Besakih, Pura Goa Lawah, dan Pura Lempuyang Luhur. Pura ini juga merupakan salah satu Pura Catur Loka Pala yaitu empat pura yang terletak di empat penjuru mata angin di Bali, antara lain: Pura Puncak Mangu di utara, Pura Lempuyang Luhur di Timur, Pura Andakasa di selatan dan Pura Luhur Batukaru di barat.
Dalam Babad Buleleng dari tahun 1605 tersurat bahwa pada waktu itu Raja Buleleng yaitu Ki Gusti Panji Sakti ingin memperluas kerajaannya dengan menyerang Kerajaan Tabanan. Pura Luhur Batukaru yang terletak di perbatasan kedua kerajaan sempat dirusak oleh pasukan Panji Sakti namun tiba-tiba sekawanan lebah menyerang pasukan tersebut yang akhirnya menggagalkan niat Panji Sakti tersebut. Pura ini kemudian diperbaiki pada tahun 1959 dan pada tahun 1977 sehingga berbentuk seperti sekarang ini.
Di Pura Luhur Batukaru dipuja leluhur Raja-Raja Badung dan Tabanan, dan di sini juga dipuja Tuhan sebagai Sang Hyang Tumuwuh, yaitu Tuhan sebagai Penguasa Tri Candra yaitu: udara, air dan tumbuh-tumbuhan sehingga memotivasi manusia untuk melindungi dan melestarikan Tri Candra ini yang pada gilirannya akan menjamin kelangsungan hidup semua makhluk hidup di alam ini. Pura Luhur Batukaru dan pura-pura Jajar Kemiri atau Prasanaknya memang melambangkan nilai-nilai spiritual untuk memotivasi umat agar selalu berusaha melestarikan Tri Candra ini. Hal ini terlihat lebih mendesak lagi saat ini dengan adanya perubahan iklim akibat pemanasan global yang dibahas dalam Konferensi 187 negara di Nusa Dua.
Odalan di pura ini jatuh sehari setelah Hari Raya Galungan, yaitu pada hari Kamis Wuku Dungulan yaitu setiap 210 hari sekali menurut Penanggalan Pawukon. Upacara di pura ini unik karena tidak pernah dipimpin oleh pendeta, hanya oleh seorang pemangku yang disebut Jero Kubayan.
Di pura ini ada upacara unik yang tidak dijumpai di tempat lainnya yaitu upacara Marebu Kulak. Upacara ini diikuti oleh seluruh pengempon pura (disebut warga Pekandelan) yang baru menikah. Mula-mula pasangan pengantin baru bersembahyang di Pura Pengakan Pasek, kemudian naik turun tangga di Bale Agung. Bila salah satu pasangan tidak lengkap, misalnya karena istrinya hamil, wajib digantikan oleh salah seorang kerabatnya. Sebelum melaksanakan upacara ini, pasangan pengantin baru ini tidak boleh naik di Bale Agung di Jaba Tengah. Ada kepercayaan di sini yaitu anak yang gigi susunya belum pernah berganti (tonden meketus) tidak boleh masuk ke halaman dalam pura karena sering menangis menjerit-jerit tanpa alasan, sebagaimana pernah terjadi pada suatu piodalan pada tahun 2002.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...