Jalan tol Bali yang menghubungkan Pelabuhan Benoa-Bandara Ngurah
Rai-Nusa Dua diupacarai secara adat Bali, Rabu 10 Juli 2013. Upacara
yang digelar besar-besaran itu dipimpin Ida Pedanda Gede Putra Bajing,
Ida Pedanda Buda Jelantik, dan Rsi Bujangga Waisnawa.
Hadir dalam
upacara itu para direktur rekanan penggarap, Direktur Jasa Marga Bali
Tol Akhmad Tito Karim, Gubernur Made Mangku Pastika, Bupati Badung AA
Gde Agung, serta masyarakat umum.
Hadir juga sejumlah tokoh
masyarakat dari seluruh desa dan kelurahan di mana tol tersebut dilalui
yakni Desa Bualu, Tuban, Pedungan, Kelan, Mumbul, Kedonganan, Jimbaran,
Serangan, Kuta, atau masyarakat di tiga kecamatan yakni Kecamatan
Denpasar Selatan, Kecamatan Kuta, dan kecamatan Kuta Selatan.
Direktur
Utama Jasa Marga Bali Tol Akhmad Tito Karim menjelaskan, pilihan
upacara digelar hari ini karena merupakan hari baik dalam kalender
tradisional Bali. "Upacara pelaspas ini mereka (tokoh agama) yang
menentukan. Setelah upacara ini barulah diagendakan jadwal peresmian.
Insyaallah diresmikan oleh Bapak Presiden," kata Tito.
Upacara
ini dalam rangka penyucian jalan tol sebelum diresmikan. Pada kesempatan
itu, ribuan warga tampak menghadiri upacara penyucian jalan tol pertama
di Bali itu. Bahkan para wisatawan, baik lokal maupun mancanegara ikut
menyaksikan upacara penyucian jalan yang oleh warga Bali disebut jalan
di atas perairan.
Upacara yang dipusatkan di gerbang tol Ngurah Rai itu dimulai sekitar pukul 09.00 Wita dipimpin oleh tiga “sulinggih” atau pendeta Hindu yakni Ida Pedanda Gede Putra Bajing, Ida Pedande Buda Jelantik, Ida Pendade Rsi Buana, dan para pemangku (pemimpin upacara adat di pura) yang berada di sekitar jalan tol tersebut.
Ritual adat yang digelar oleh Pemerintah Provinsi Bali yang difasilitasi oleh Jasamarga Bali Tol itu diawali dengan upacara “Tawur Gentuh” sebagai sarana ritual untuk menyeimbangkan dua alam berbeda sesuai dengan kepercayaan Hindu yakni alam nyata (sekala) dan alam tak nyata (niskala).
Usai upacara tersebut kemudian dilanjutkan dengan upacara “Pekelem” yakni learung sesajen dan hewan kurban ke laut sebagai bentuk persembahan.
Upacara yang dipusatkan di gerbang tol Ngurah Rai itu dimulai sekitar pukul 09.00 Wita dipimpin oleh tiga “sulinggih” atau pendeta Hindu yakni Ida Pedanda Gede Putra Bajing, Ida Pedande Buda Jelantik, Ida Pendade Rsi Buana, dan para pemangku (pemimpin upacara adat di pura) yang berada di sekitar jalan tol tersebut.
Ritual adat yang digelar oleh Pemerintah Provinsi Bali yang difasilitasi oleh Jasamarga Bali Tol itu diawali dengan upacara “Tawur Gentuh” sebagai sarana ritual untuk menyeimbangkan dua alam berbeda sesuai dengan kepercayaan Hindu yakni alam nyata (sekala) dan alam tak nyata (niskala).
Usai upacara tersebut kemudian dilanjutkan dengan upacara “Pekelem” yakni learung sesajen dan hewan kurban ke laut sebagai bentuk persembahan.
Sementara itu, Ida Pedanda Gede Putra Bajing menyatakan bahwa, upacara tersebut merupakan rangkaian upacara yang dilaksanakan pada awal pembangunan jalan tol tersebut atau disebut dengan upacara “mulang dasar” pada 21 Desember 2011.
“Upacara tersebut bertujuan untuk menyeimbangkan kekuatan ‘sekala’ (alam nyata) dan ‘niskala’ (tidak nyata) dan bentuk wujud rasa syukur kehadapan Tuhan,” ujarnya.
Sulinggih Hindu itu mengungkapkan inti dari pelaksanaannya untuk menyucikan dan mendoakan agar nantinya bisa memberikan kebaikan kepada semua pihak serta kesejahteraan masyarakat.
“Upacara tersebut bertujuan untuk menyeimbangkan kekuatan ‘sekala’ (alam nyata) dan ‘niskala’ (tidak nyata) dan bentuk wujud rasa syukur kehadapan Tuhan,” ujarnya.
Sulinggih Hindu itu mengungkapkan inti dari pelaksanaannya untuk menyucikan dan mendoakan agar nantinya bisa memberikan kebaikan kepada semua pihak serta kesejahteraan masyarakat.
Menurut dia, dengan adanya jalan di atas perairan yang pertama di Bali ini, pihaknya ingin tetap menghargai kearifan lokal. Dengan melengkapi anjungan yang diperuntukkan bagi umat Hindu di wilayah sekitarnya menggelar ritual “Melasti”. “Kami sudah membuat anjungan di sekitar Pelabuhan Benoa sehingga masyarakat yang akan ‘melasti’ bisa langsung mencapai laut,
“Melasti” merupakan ritual iring-iringan umat Hindu Bali pada tiga hari sebelum Nyepi untuk menyucikan benda-benda sakral yang disimpan di pura menuju ke laut. Pembuatan anjungan tersebut supaya tidak sampai menyusahkan umat Hindu yang melangsungkan ritual.
Di tol yang menuju Bandara Ngurah Rai juga sudah dibangun pelinggih (tempat suci),” katanya.
Di sisi lain sebagai bentuk mengadopsi warga lokal, ucap Tito, mereka yang bekerja di tol diupayakan berasal dari warga sekitar.
Jalan tol sepanjang 12,5 Km itu
membentang di atas laut mulai dari kawasan Benoa–Bandara Ngurah Rai–Nusa
Dua. Proyek senilai Rp2,5 triliun dibangun PT Jasa Marga, PT Pelindo,
PT Angkasa Pura, PT Pengembangan Pariwisata, Pemprov Bali, dan Kabupaten
Badung. Pembangunan ini dibiayai enam bank konsorsium yakni Bank
Mandiri, BRI, BTN, BCA, BNI, dan BPD Bali.
Pembangunan jalan tol
tersebut akan terus berlanjut untuk dikemas menjadi destinasi wisata
dengan membangun saran pendukung lainnya, salah satunya pusat kawasan
wisata terpadu dengan cara mereklamasi Pulau Pudut yang tak jauh dari
lokasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar