Selasa, 16 Februari 2016, 14 Bendesa Adat
mendatangi Kantor Staf Presiden (KSP) di Jakarta. Para bendesa adat
tersebut dari Tanjung Benoa, Kedonganan, Kelan, Jimbaran, Bualu, Kuta,
Seminyak, Pedungan, Canggu, Kepaon, Serangan, Sanur, dan Sesetan. Di Kantor KSP, 14 Bendesa Adat ditemani Eksekutif Nasional WALHI,
WALHI Bali dan ForBALI. Adapun Bendesa Adat yang tidak dapat hadir di
Jakarta antara lain Desa Adat Kerobokan, Legian, Berawa dan Pemogan.
Di KSP, 14 Bendesa Adat ini ditemui oleh Deputi II, Yanuar Nugroho
dan Staf Khusus Kepala Staf Presiden, Noer Fauzi Rachman. Dalam
pertemuan di kantor KSP, Bendesa Adat menyampaikan fakta-fakta yang
terjadi dan alasan Bendesa Adat menolak reklamasi Teluk Benoa. I Wayan Swarsa, Bendesa Adat Kuta menyatakan, desa adat menolak
reklamasi Teluk Benoa, karena reklamasi akan menghancurkan nilai-nilai
adat dan keagamaan kami, masyarakat adat di Bali. Ada sekitar 70 Pura di
sekitar Teluk Benoa yang akan dikeruk oleh proyek reklamasi Teluk
Benoa. “Di Teluk Benoa, ada vibrasi kehidupan dan energi spiritual yang
harus dijaga oleh Bendesa Adat sebagai sebuah kewajiban moral dan
keyakinan yang menjadi pegangan bagi Bendesa Adat”, ujar I Wayan Swarsa.
Ada 18 desa adat yang telah menyatakan penolakan terhadap reklamasi
Teluk Benoa yang sampai saat ini terus dipaksakan oleh PT Tirta Wahana
Bali International (TWBI). Lima belas desa adat merupakan desa adat yang
terdampak langsung dengan reklamasi Teluk Benoa, dan 3 desa adat yang
tidak terdampak langsung. Ida Bagus Ketut Purbanegara, Bendesa Adat Buduk mengatakan “desa adat
Buduk memang tidak terdampak secara langsung dari reklamasi Teluk Benoa
ini. Namun yang patut diingat, bahwa di Bali kami mengenal ikatan moral
dan persaudaraan yang kuat, yakni pesidikaran.”
Menurut Purbanegara, pesidikaran akan muncul jika ada hal substansif
yang disentuh menyangkut kehidupan sosial, budaya dan keyakinan. “Kami
tidak hanya ikut-ikutan, kami menyatakan penolakan terhadap reklamasi
Teluk Benoa karena memiliki ikatan pesidikaran yang kuat dengan desa
adat lain yang terdampak langsung dari reklamasi ini,” katanya. Selain dampak lingkungan seperti banjir dan abrasi yang telah dialami
oleh Desa Adat Bualu, reklamasi juga memiliki dampak sosial. Investor
telah membuat konflik horisontal antara masyarakat. “Padahal selama ini,
sejak awal investor tidak pernah mengajak Bendesa Adat untuk
menyampaikan dan mendiskusikan tentang proyek ini. Konflik sosial sangat
berisiko sehingga kami memutuskan menolak reklamasi,” ujar Bendesa Adat
Sesetan.
Sampai saat ini Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) masih
diproses oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dan
pemrakarsa telah diminta untuk merevisi Amdal. “Jika sebagian besar
Bendesa Adat dan Masyarakat Adat sudah menyatakan penolakan terhadap
reklamasi Teluk Benoa ini, maka AMDAL menjadi tidak layak untuk
dilanjutkan. Proses AMDAL yang masih bergulir, menjadi tidak relevan
lagi,” tegas Direktur Eksekutif Nasional WALHI, Abetnego Tarigan.
Koordinator Forum Rakyat Bali Tolak Reklamasi (ForBALI) I Wayan Gendo
Suardana menyatakan sikap kritis desa adat terhadap praktik investasi
merupakan sejarah dalam proses investasi di Bali. Sikap itu muncul
karena ada hal-hal melatarbelakangi. Warga merasa telah diciderai.
“Ada 70 titik kawasan suci dengan berbagai bentuk, ada muntig, alur
teluk dan muara yang akan diurug dengan proyek reklamasi teluk benoa.
Itulah yang mendasari mengapa kini para Bendesa Adat menolak reklamasi
Teluk Benoa,” kata Gendo.
Dalam pertemuan ini, Yanuar Nugroho menyatakan tim di KSP akan turun
ke lapangan untuk mendapatkan gambaran lebih lengkap. “Kami akan akan
berkonsultasi langsung dengan para Bendesa Adat dan masyarakat adat,”
kata Yanuar. Perpres 51/2014 merupakan upaya pemutihan terhadap pelanggaran tata
ruang oleh Gubernur. Kini dengan Perpres tersebut, kawasan konservasi
beralih menjadi kawasan pemanfaatan. Karena itu, selain menyatakan sikap
penolakan terhadap reklamasi Teluk Benoa, 18 Bendesa Adat juga mendesak
Perpres 51/2014 dicabut. Karena Perpres inilah yang dijadikan oleh
legitimasi PT. TWBI untuk menjalankan proyek ini.
ssumber : forBali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar